Mirth in the Market: Bananas & Bonds
FluentFiction - Indonesian
Mirth in the Market: Bananas & Bonds
Di suatu pagi yang cerah di kota yang ramai, ada pasar tradisional yang selalu dipenuhi dengan keramaian.
On a bright morning in a bustling city, there was a traditional market that was always filled with hustle and bustle.
Orang-orang sibuk berbelanja, para penjual berteriak mempromosikan dagangannya, dan aroma makanan yang menggoda tercium di udara.
People were busy shopping, the vendors were loudly promoting their goods, and the tempting aroma of food filled the air.
Di tengah-tengah keramaian itu, berkumpullah tiga tokoh kita, Iwan, Dewi, dan Budi.
In the midst of the commotion, three figures, Iwan, Dewi, and Budi, gathered.
Iwan adalah seorang pemuda yang periang, berpenampilan sederhana dengan kemeja kotak-kotak dan celana pendek, selalu membawa canda tawa di mana pun ia berada.
Iwan was a cheerful young man, dressed in a simple checked shirt and shorts, always bringing laughter wherever he went.
Dewi adalah gadis manis penjual buah yang selalu ramah pada pelanggannya.
Dewi was a sweet girl who sold fruits and was always friendly to her customers.
Sementara Budi adalah teman Iwan yang terkenal sebagai pembuat onar dan sering kali membuat kekacauan tanpa sengaja.
Meanwhile, Budi was Iwan's friend, known for causing trouble and often creating chaos unintentionally.
Pada hari itu, Iwan hendak berbelanja bahan makanan untuk ibunya.
That day, Iwan was about to buy groceries for his mother.
Dia lewat di depan toko Dewi dan memutuskan untuk membeli beberapa buah.
He passed by Dewi's store and decided to buy some fruits.
"Dewi, pisangnya masih ada?
"Dewi, do you still have bananas?"
" tanya Iwan sambil tersenyum.
Iwan asked with a smile.
Dewi menyahut dengan ramah, "Ada, Iwan!
Dewi replied warmly, "Yes, Iwan!
Mau berapa?
How many do you want?"
"Sedang asyik memilih buah, tiba-tiba terjadi kehebohan tak terduga.
While Iwan was busy choosing fruits, an unexpected commotion occurred.
Budi, yang tidak sengaja mendengar percakapan dari kejauhan dan hanya melihat punggung Iwan, mengira bahwa Iwan adalah penjual buah lain yang selalu bersaing dengan Dewi.
Budi, who overheard the conversation from a distance and only saw Iwan's back, thought that Iwan was another fruit seller who was competing with Dewi.
Tanpa pikir panjang, Budi meneriakkan, "Hei, kau!
Without much thought, Budi shouted, "Hey, you!
Jangan ganggu Dewi!
Don't disturb Dewi!"
"Iwan yang bingung menoleh dan terkejut saat melihat Budi yang langsung mendorongnya.
Confused, Iwan turned around and was startled to see Budi pushing him.
"Budi!
"Budi!
Itu aku, Iwan, temanmu!
It's me, Iwan, your friend!"
" seru Iwan dengan raut muka terkejut.
exclaimed Iwan with a surprised look on his face.
Budi yang menyadari kesalahannya menjadi malu dan tertawa canggung.
Realizing his mistake, Budi became embarrassed and awkwardly laughed.
Dewi pun tak bisa menahan tawa, melihat ekspresi kaget Budi.
Dewi couldn't help but laugh, seeing Budi's shocked expression.
Para pembeli di sekitar toko buah Dewi juga ikut tertawa melihat kejadian lucu itu.
The buyers around Dewi's fruit stall also joined in, laughing at the funny incident.
"Maafkan aku, Iwan!
"I'm sorry, Iwan!
Aku tidak sengaja," ucap Budi seraya menggaruk kepala.
It was an accident," Budi said, scratching his head.
"Aku tahu, Budi.
"I know, Budi.
Tapi kau harus lebih berhati-hati," balas Iwan sambil tersenyum memaafkan.
But you have to be more careful," Iwan replied, smiling forgivingly.
Dewi yang melihat persahabatan di antara mereka menjadi terharu.
Seeing the friendship between them, Dewi became moved.
"Kalau begitu, sebagai permintaan maaf, aku akan memberikan kalian diskon untuk buah hari ini," kata Dewi sambil memberikan buah-buah pilihan kepada Iwan dan Budi.
"In that case, as an apology, I will give you a discount for the fruits today," Dewi said as she handed Iwan and Budi their choice of fruits.
Maka berakhirlah hari itu dengan gelak tawa dan persahabatan yang semakin erat.
And so the day ended with laughter and a closer friendship.
Iwan dan Budi pulang dengan membawa tas buah yang penuh, dan Dewi senang hati karena berhasil menebarkan kegembiraan.
Iwan and Budi went home carrying full bags of fruits, and Dewi was happy to have spread joy.
Pasar tradisional kembali ramai, dan semua berjalan dengan baik seperti sedia kala.
The traditional market returned to its lively state, and everything went well as usual.
Dengan pisang yang manis dan persahabatan yang lebih manis lagi, kisah kocak tentang kesalahpahaman pun menjadi kenangan yang akan mereka tawa-tawakan di masa depan.
With sweet bananas and even sweeter friendship, the comical misunderstanding became a memory they would laugh about in the future.
Dan pasar tradisional itu akan selalu diingat sebagai tempat di mana persahabatan dan kehangatan dapat ditemukan, bahkan di tengah peristiwa yang tak terduga.
And the traditional market would always be remembered as a place where friendship and warmth could be found, even in the midst of unexpected events.