
Guided by Lantern Light: Bayu's Journey at Gunung Bromo
FluentFiction - Indonesian
Guided by Lantern Light: Bayu's Journey at Gunung Bromo
Bayu berdiri di tengah gerimis lembut yang membasahi desa Gunung Bromo.
Bayu stood in the midst of the gentle drizzle that wet the village of Gunung Bromo.
Di sekitar, suasana Tahun Baru Imlek terasa begitu meriah.
Around him, the atmosphere of the Tahun Baru Imlek felt so festive.
Lampion merah menggantung di jalan-jalan sempit desa, menerangi wajah-wajah penuh semangat penduduk yang bersiap merayakan malam istimewa ini.
Red lanterns hung on the narrow village streets, illuminating the eager faces of the residents who were preparing to celebrate this special night.
Namun, Bayu hanya bisa memikirkan keamanan kelompok tur yang dipandunya, terutama Sari.
However, Bayu could only think about the safety of the tour group he was leading, especially Sari.
Sari dan Rina baru tiba dari kota.
Sari and Rina had just arrived from the city.
Mereka penuh energi dan keingintahuan tentang alam Gunung Bromo.
They were full of energy and curiosity about the nature of Gunung Bromo.
Sari memegang kamera, tidak sabar untuk menangkap keindahan gunung itu.
Sari held a camera, impatient to capture the mountain's beauty.
"Foto-foto ini akan menjadi luar biasa," katanya bersemangat, memandang puncak gunung yang tersembunyi di balik kabut tebal.
"These photos will be amazing," she said excitedly, looking at the peak of the mountain hidden behind thick fog.
"Jangan terlalu bersemangat, Sari," ujar Bayu memperingatkan.
"Don't get too excited, Sari," Bayu warned.
"Makin tinggi kita mendaki, udara makin tipis.
"The higher we climb, the thinner the air gets.
Kau harus hati-hati.
You must be careful."
"Rina, meski lebih muda, tampak lebih berani.
Rina, though younger, seemed more daring.
"Aku ingin melihat puncak, Bang Bayu.
"I want to see the peak, Bang Bayu.
Itu impianku!
It's my dream!"
" serunya penuh semangat.
she exclaimed enthusiastically.
Bayu hanya bisa menghela napas, memikirkan pentingnya keselamatan mereka.
Bayu could only sigh, contemplating the importance of their safety.
Di antara tarian kabut dan hujan yang turun lembut, mereka memulai pendakian.
Amidst the dance of fog and gently falling rain, they began the climb.
Awalnya, semuanya berjalan lancar.
At first, everything went smoothly.
Bayu memandu mereka menyusuri jalur yang licin dengan hati-hati, bercerita tentang legenda-legenda lokal yang membuat keduanya terpukau.
Bayu guided them carefully along the slippery path, narrating local legends that fascinated the two.
Namun, saat mereka mulai mendekati ketinggian lebih, Sari tiba-tiba merasa pusing dan mual.
However, as they started approaching higher elevations, Sari suddenly felt dizzy and nauseous.
Bayu mengenali gejala itu.
Bayu recognized the symptoms.
"Penyakit ketinggian," gumamnya dalam hati.
"Altitude sickness," he muttered to himself.
Wajah Sari kini pucat, dan ia terlihat semakin lemah.
Sari's face was now pale, and she looked increasingly weak.
"Rina, kita harus turun sekarang," kata Bayu tegas.
"Rina, we have to go down now," said Bayu firmly.
"Sari butuh bantuan.
"Sari needs help."
""Bayu, tolong, aku hanya butuh sedikit waktu lagi untuk mencapai puncak," bantah Rina, suaranya bercampur antara ketakutan dan keinginan.
"Bayu, please, I just need a little more time to reach the peak," Rina protested, her voice mixed with fear and desire.
Tapi Sari mulai terhuyung, dan Bayu tahu tidak ada waktu lagi.
But Sari began to sway, and Bayu knew there was no time to waste.
Mengambil tindakan cepat, Bayu menurunkan Sari ke tanah dengan lembut.
Taking swift action, Bayu gently lowered Sari to the ground.
"Tarik napas pelan, Sari," katanya sambil memeriksa denyut nadinya.
"Breathe slowly, Sari," he said while checking her pulse.
Dengan tenang, ia menjelaskan kepada Rina pentingnya kembali ke desa untuk mendapatkan pertolongan.
Calmly, he explained to Rina the importance of returning to the village for assistance.
Rina akhirnya menyerah, melihat kakaknya berjuang mengatasi kondisi tak biasa ini.
Rina finally gave in, seeing her sister struggle with this unusual condition.
Bersama-sama, mereka membantu Sari kembali turun, melawan hujan yang semakin deras.
Together, they helped Sari back down, battling the increasingly heavy rain.
Bayu fokus sepanjang perjalanan turun, memastikan setiap langkah dilakukan dengan hati-hati.
Bayu focused throughout the descent, ensuring every step was taken carefully.
Setibanya di desa, Sari segera mendapat perawatan.
Once they reached the village, Sari immediately received treatment.
Bayu merasa lega ketika melihat warna di wajah Sari mulai kembali.
Bayu felt relieved when he saw the color returning to Sari's face.
"Nah, lebih baik, kan?
"There, isn't that better?"
" Bayu tersenyum hangat saat Sari bisa duduk dengan tenang.
Bayu smiled warmly as Sari was able to sit calmly.
Rina menggenggam tangan kakaknya, berterima kasih kepada Bayu.
Rina held her sister's hand, thanking Bayu.
"Makasih ya, Bayu.
"Thank you, Bayu.
Tanpa kamu, mungkin kami tidak akan selamat," ujar Sari dengan lemah lembut, matanya memperlihatkan rasa syukur yang dalam.
Without you, we might not have made it," Sari said softly, her eyes revealing deep gratitude.
Perasaan hangat memenuhi hati Bayu.
A warm feeling filled Bayu's heart.
Saat malam Imlek berlalu, pesta lampion bersinar di atas mereka, Bayu menemukan jawaban atas keraguannya.
As the Imlek night passed, the lantern festival shone above them, Bayu found the answer to his doubts.
Keinginan untuk melindungi dan berbagi kecintaannya terhadap gunung-gunung ini tumbuh kuat di dalam dirinya.
The desire to protect and share his love for these mountains grew strong within him.
Gunung Bromo kembali tenang saat mereka menatap lampion merah yang naik ke langit cerah.
Gunung Bromo returned to tranquility as they watched the red lanterns rise into the clear sky.
Bayu tahu, ia akan terus memandu lebih banyak orang, menjaga mereka, dan membagikan keindahan tanah kelahirannya.
Bayu knew he would continue to guide more people, keeping them safe, and sharing the beauty of his birthplace.
Dengan hati penuh semangat baru, ia memutuskan untuk tidak lagi meragukan jalannya.
With a heart full of renewed spirit, he decided to no longer doubt his path.